Setelah diluncurkannya inisiatif kerjasama subregional ASEAN, Brunei-Indonesia-Malaysia-Philippines East ASEAN Growth Area /BIMP EAGA, pada tanggal 24 Maret 1994 di Davao City, Filipina, pemerintah diantara ke-4 negara tersebut terlihat secara serius berusaha meningkatkan kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi masyarakat di daerah perbatasan negara-negara BIMP-EAGA. Salah satu Cluster yang menjadi fokus kerjasama diantara negara anggota BIMP EAGA, yakni Environment and Natural Resource Development. Kawasan khusus yang menjadi perhatian dalam cluster tersebut, yaitu Sulu-Sulawesi Marine Ecoregion (SSME) yang melintasi wilayah negara Indonesia, Malaysia, dan Filipina ; serta Heart of Borneo (Heart of Borneo) yang melalui wilayah negara Brunei, Malaysia dan Indonesia. Dari kedua perhatian utama pada cluster Environment and Natural Resource Development BIMP EAGA, kawasan HoB menjadi kawasan yang “sensitif” dalam pengelolaan sumber daya alam dan konservasi bagi ke-3 negara yang dilaluinya.
Sejak dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) No.26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), dimana salah satu butir penting peraturan tersebut yakni terdapat 76 Kawasan Strategis Nasional (KSN) yang memiliki kepentingan ekonomi, lingkungan hidup, sosial budaya, pendayagunaan sumber daya alam dan teknologi tinggi, serta pertahanan dan keamanan. Salah satu KSN yang memiliki kepentingan pengelolaan lingkungan hidup, yakni Kawasan “Jantung Kalimantan” atau lebih dikenal Heart of Borneo. Selain dimasukkannya HoB dalam salah satu KSN, kawasan tersebut juga menjadi area “rentan” dalam pembangunan ekonomi di Koridor Kalimantan yang menjadi salah satu koridor ekonomi utama pada Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Sehingga dengan kata lain, pemerintah telah lama memberikan perhatian bagi pengelolaan lingkungan hidup dan sumber daya alam/ hayati yang terkandung di kawasan tersebut. Untuk itu tulisan berusaha menjabarkan secara ringkas dan umum terkait dinamika pengelolaan kawasan HoB.
Heart of Borneo: “Paru-Paru” Dunia yang Tersisa
Heart of Borneo (HoB) adalah inisiatif tiga negara, yaitu Brunei, Indonesia, dan Malaysia dimana sebagian wilayah negara-negara tersebut (Kecuali Brunei) berada di kawasan “jantung” Pulau Borneo, yang bertujuan untuk mengelola kawasan hutan tropis dataran tinggi yang didasarkan pada prinsip konservasi dan pembangunan berkelanjutan. Nama Borneo mengacu pada keseluruhan wilayah yang terdiri dari Negara Brunei Darusalam, Malaysia Bagian Timur (Sarawak dan Sabah), dan Pulau Kaimantan bagi Indonesia (Provinsi Kalbar, Kalteng, Kalsel, Kaltim, dan Kaltara). Kawasan HoB memiliki kekayaan keanekaragaman hayati dimana sekitar 40-50% jenis flora dan fauna didunia dapat dijumpai di Pulau Kalimantan (Borneo). Kawasan HoB merupakan wilayah hulu 14 sungai dari 20 sungai utama yang mengalir di Pulau Kalimantan, antara lain Sungai Mahakam, Sungai Barito, dan Sungai Kapuas. Program prioritas dalam pengelolaan kawasan HoB, yaitu (i) Pengelolaan kawasan lintas batas negara; (ii) Pengelolaan kawasan lindung; (iii) Pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan; (iv) Pengembangan ekowisata; dan (v) Peningkatan kapasitas sumber daya manusia. Luas kawasan HoB di tiga negara (Brunei, Malaysia, dan Indonesia) meliputi areal seluas kurang lebih 23 juta hektar yang secara ekologis saling berhubungan. Wilayah HoB merupakan kawasan pegunungan di tengah pulau Borneo yang memanjang secara diagonal dari barat daya ke timur lautyang didominasi oleh hutan hujan tropis dimana sebagian besar berada di wilayah Indonesia, yakni sekitar 72% wilayah keseluruhan) (Sekretariat Pokjanas HoB, 2013). Berikut rincian luas wilayah kawasan Heart of Borneo:
Fungsi lahan di “Jantung Borneo” terdiri dari kawasan lindung yang hanya meliputi 31% (taman nasional, cagar alam, suaka marga satwa, hutan lindung), serta selebihnya merupakan kawasan budidaya non kehutanan (perkebunan, pertambangan, dan lain-lain). Pada Heart of Borneo yang berada di wilayah Indonesia (Kalimantan), terdapat 4 Taman Nasional, yakni Taman Nasional Betung Kerihun, Taman Nasional Kayan Mentarang, Taman Nasional Danau Sentarum, dan Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya. Sebagai salah satu hutan hujan tropis, pegunungan di HoB menjadi habitat bagi jutaan spesies flora dan fauna endemik, unik dan langka. Tingkat keanekaragaman hayati hutan pegunungan HoB sangat tinggi. Setidaknya 40- 50% jenis flora dan fauna Borneo hanya dapat ditemui di kawasan ini. Bahkan dalam 10 tahun terakhir terdapat 361 species baru ditemukan (WWF Indonesia, 2012). Selain fungsinya sebagai kawasan hutan, HoB juga merupakan“rumah” bagi sekitar 50 suku Dayak, dengan bahasa dan budaya yang beragam (Kompas, 2012). Berikut peta dari kawasan Heart of Borneo :
Berdasarkan Peta Status Kawasan Hutan Kementerian Kehutanan RI di overlay-kan dengan batas kawasan HoB (Pokjanas HoB) tahun 2008 serta dengan analisis perhitungan luasan dilakukan dengan metode GIS, berikut penjabaran status hutan di kawasan HoB Indonesia di provinsi yang berada di Pulau Kalimantan:
Dari data yang ditampilkan diatas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar fungsi lahan yang berada di kawasan HoB, yakni berupa kawasan konservasi dan sumber air tawar.
Rencana Strategis HoB
Setelah pertemuan KTT Tingkat Menteri Negara-Negara Kawasan HoB pada tanggal 12 Februari 2007 dimana butir penting yang disepakati dalam pertemuan tersebut, yaitu (i) Kerjasama manajemen sumber daya hutan yang efektif dan konservasi terhadap area yang dilindungi, hutan produktif, dan penggunaan lahan lainnya yang berkelanjutan; (ii) Inisiatif HoB merupakan kerjasama lintas batas yang sukarela dari tiga negara; dan (iii) Kesepakatan untuk bekerjasama berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan.
Heart of Borneo merupakan sebuah perwujudan konsep konservasi dan pembangunan berkelanjutan ke dalam program manajemen kawasan di Pulau Borneo. Inisiatif HoB dilatarbelakangi kepedulian terhadap penurunan kualitas lingkungan terutama kualitas hutan di Pulau Borneo, yang ditunjukkan dengan makin rendahnya produktivitas hutan, hilangnya potensi keanekaragaman hayati, serta fragmentasi hutan dari satu kesatuan yang utuh dan saling terhubung (Bulletin Tata Ruang KemenPU, 2012). Degradasi tutupan hutan Pulau Borneo dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Dalam inisiatif HoB tahun 2007 tersebut, juga disusun visi dan misi pengelolaan kawasan HoB yang “mengikat” 3 negara (Indonesia, Malaysia, dan Brunei). Visi pengelolaan kawasan HoB, yaitu terwujudnya pengelolaan dan konservasi yang efektif di kawasan hutan hujan ekuator Heart of Borneo yang meliputi 23 juta hektarmelalui jejaring kawasan lindung, hutan produksi dan penggunaan lahan yang berkelanjutan, yang memberimanfaat bagimasyarakat dan alam, melalui kerjasama internasional yang dipimpin oleh masing-masingpemerintah negara di Borneo,yang didukung oleh industri dan upaya global yang berkelanjutan. Sedangkan misi pengelolaan kawasan Heart of Borneoadalah sebagai berikut: (i) Pada tahun 2020, 23 juta hektar jejaring kawasan lindung, cadangan lintas batas, dan koridor dikelola secara berkelanjutan dan zona penyangga berfungsi untuk menjamin masa depan semua spesies prioritas dan kawasan HoB endemik didirikan; (ii)Pada tahun 2020, tidak ada konversi hutan yang bernilai konservasi tinggi untuk penggunaan lahan lain di kawasan HoB; dan (iii) Pada tahun 2020,mekanisme pembiayaan jangka panjang memberikan manfaat diversifikasi dan adil bagi masyarakat lokal dan pemerintah, dan meningkatkan barang dan jasa ekosistem.
Selang dua tahun pasca dikeluarkannya Deklarasi Inisiatif HoB, pemerintah Indonesia mengeluarkan Rencana Strategis dan Aksi Nasional (National Strategic Plan of Action) kawasan Heart of Borneo di wilayah Indonesia tahun 2009-2014. Lingkup rencana strategis dan aksi nasional tersebut, terdiri dari trilateral, nasional, dan kabupaten (daerah). Butir penting yang dituangkan dalam Rencana Strategis dan Aksi Nasional kawasan HoB Indonesia, yaitu:
(i) Kerjasama provinsi dan kabupaten;
- Penggunaan lahan berkelanjutan
o Menetapkan batas area HoB
o Mendorong terselesaikannya Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) provinsi dan kabupaten/kota guna mewujudkan pelaksanaan pembangunan berkelanjutan di area HoB
- Penyempurnaan kebijakan sektor
o Menyusun kriteria dan indikator pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan dan diseminasi agar terintegrasi dalam kebijakan sektor
- Pengembangan kapasitas lembaga
o Menyusun kerangka kerja kelembagaan pengelolaan sumber daya alam dalam area HOB
o Menyusun masterplan dan rencana pengelolaan HoB
o Mengembangkan riset dasar dan terapan serta penguatan kerjasama antar lembaga riset sesuai visi dan misi HoB
o Mendorong proses pelibatan, kerjasama, peningkatan kepedulian dan pendidikan dalam pelaksanaan HoB
(ii) Pengelolaan kawasan lindung;
- Advokasi kebijakan
o Merekomendasikan upaya penguatan pengelolaan dan/atau (jika dipandang penting) mengusulkan penambahan dan peningkatan status kawasan lindung dan kawasan konservasi di area HoB
o Membangun kebijakan pengembangan dan atau penguatan pengelolaan kawasan konservasi lintas batas
- Informasi dan manajemen pengelolaan kawasan lindung
o Membangun standar, sistem, penilaian, publikasi, monitoring dan evaluasi pengelolaan kawasan lindung serta kerjasama kelembagaan antar pengelola kawasan lindung dan pengembangan ekowisata dalam areal HoB
- Pemberdayaan masyarakat
o Memperkuat kebijakan dan implementasi kerjasama pengelolaan kawasan lindung, termasuk pengembangan ekowisata berbasis masyarakat
- Pelibatan peran serta swasta/BUMN
o Mengembangkan opsi-opsi keterlibatan swasta/BUMN dalam pengelolaan kawasan lindung
(iii) Pengelolaan sumber daya alam di luar kawasan lindung;
- Penyempurnaan kebijakan sektor
o Mengembangkan pemerataan manfaat pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan
o Memantau dan mengevaluasi kegiatan perekonomian serta mempromosikan area HoB sebagai tujuan ekowisata dan pelaksanaan program REDD+ dibawah payung konvensi perubahan iklim
o Melakukan audit terhadap kegiatan pemanfaatan hutan alam dan tanaman di area HoB
o Mendorong pelaksanaan program rehabilitasi dan restorasi terhadap kawasan hutan dan lahan yang rusak di area HoB
- Penggunaan lahan berkelanjutan
o Inventarisasi dan klasifikasi bentuk-bentuk konflik pemanfaatan hutan dan penggunaan lahan di areal HoB
o Menyusun mekanisme penyelesaian konflik dan melakukan mediasi penyelesaian konflik
o Evaluasi penggunaan ruang
- Sistem informasi dan pemantauan
o Mengembangkan basis data sumber daya alam di seluruh areal HoB
o Menyusun kriteria dan indikator untuk pelaksanaan monitoring dan evaluasi sumber daya alam
o Melaksanakan monitoring dan evaluasi sumber daya alam
(iv) Penguatan kelembagaan dan pendanaan berkelanjutan;
- Penguatan kapasitas lembaga
o Mendorong adanya payung hukum area HoB
o Menetapkan mekanisme hubungan kerja dan prioritas pekerjaan Pokjanas dan Pokjada HoB
o Evaluasi kinerja pemerintah provinsi dan kabupaten dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan di area HoB termasuk apabila ada tambahan provinsi atau kabupaten/kota baru akibat pemekaran wilayah
- Penyempurnaan kebijakan sektor
o Mendorong realisasi desentralisasi dan devolusi pengelolaan area HoB
- Pengembangan pendanaan berkelanjutan
o Menggalang dana dan mobilisasi sumber daya
o Menggali dan menggalang pendanaan kreatif
Green Economy: Sinergi HoB dan Pembangunan Ekonomi
Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025 mempunyai visi “Mewujudkan Masyarakat Indonesia yang Mandiri, Adil, dan Makmur”. Dalam penjabaran untuk mewujudkan visi tersebut, MP3EI memiliki inisiatif strategis, strategi utama serta prinsip dasar MP3EI. Inisiatif strategis MP3EI, yaitu (i) Mendorong realisasi investasi skala besar di 22 kegiatan ekonomi utama; (ii) Sinkronisasi rencana aksi nasional untuk merevitalisasi kinerja sektor riil; dan (iii) Pengembangan centre of excellence di setiap koridor ekonomi. Dalam menunjang pencapain visi serta inisiatif strategis, MP3EI memiliki tiga “pilar” strategi utama untuk menopang pencapaian hal tersebut, yaitu (i) Pengembangan Potensi Ekonomi Melalui Koridor Ekonomi; (ii) Penguatan konektivitas nasional; dan (iii) Penguatan kemampuan sumber daya manusia (SDM) serta Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Berikut gambaran dari penjelasan tersebut:
Pembangunan koridor ekonomi di Indonesia dilakukan berdasarkan potensi dan keunggulan masing-masing wilayah yang tersebar di seluruh Indonesia. Tema pembangunan masing-masing koridor ekonomi dalam percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi adalah sebagai berikut:
– Koridor Ekonomi Sumatera memiliki tema pembangunan sebagai “Sentra Produksi dan Pengolahan Hasil Bumi dan Lumbung Energi Nasional”;
– Koridor Ekonomi Jawa memiliki tema pembangunan sebagai “Pendorong Industri dan Jasa Nasional”;
– Koridor Ekonomi Kalimantan memiliki tema pembangunan sebagai “Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Tambang & Lumbung Energi Nasional”;
– Koridor Ekonomi Sulawesi memiliki tema pembangunan sebagai ‘’ Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Pertanian, Perkebunan, Perikanan, Migas dan Pertambangan Nasional;
– Koridor Ekonomi Bali – Nusa Tenggara memiliki tema pembangunan sebagai “Pintu Gerbang Pariwisata dan Pendukung Pangan Nasional’’;
– Koridor Ekonomi Papua – Kepulauan Maluku memiliki tema pembangunan sebagai “Pusat Pengembangan Pangan, Perikanan, Energi, dan Pertambangan Nasional”.
Pengembangan MP3EI berfokus pada 8 program utama, yaitu: pertanian, pertambangan, energi, industri, kelautan, pariwisata, telematika, dan pengembangan kawasan strategis. Kedelapan program utama tersebut terdiri dari 22 kegiatan ekonomi utama yang disesuaikan dengan potensi dan nilai strategisnya masing-masing di koridor yang bersangkutan. Berikut ini adalah pengelompokkan untuk kegiatan-kegiatan ekonomi utama dari masing-masing koridor:
Dalam konsep MP3EI, pemerintah memiliki 4 konsep utama dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakatnya, yakni (i) Pro Poor; (ii) Pro Job; (iii) Pro Growth; dan (iv) Pro Environment. Perpres No 3 Tahun 2012 tentang Tata Ruang Pulau Kalimantan mengisyaratkan sedikitnya 45% dari Pulau Kalimantan harus digunakan sebagai kawasan konservasi keanekaragaman hayati dan kawasan hutan lindung bervegetasi basah. Hal itu merupakan upaya mewujudkan komitmen Indonesia untuk menurunkan gas rumah kaca secara sukarela sebesar 26% pada 2020 (Rencana Aksi Nasional Gas Rumah Kaca/ RAN GRK) serta adanya inisiatif HoB yang telah ditandantangi oleh pemerintah Indonesia bersama Brunei dan Malaysia. Di sisi lain, dalam pengembangan koridor ekonomi MP3EI, Pulau Kalimantan dijadikan sebagai Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Tambang dan Lumbung Energi Nasional. Produk pertambangan terbesar di Pulau Kalimantan, yaitu minyak bumi dan gas alam (migas), batubara, dan bauksit. Tidak dapat dipungkiri bahwa kegiatan pertambangan di darat selalu “menggangu” keseimbangan dari kelestarian alam (kawasan konservasi/kehutanan). Tidaklah mudah untuk menyinergikan kepentingan pembangunan ekonomi yang tentunya memerlukan lahan dalam meningkatkan investasi, sementara dalam waktu yang sama langkah-langkah konservasi harus dilakukan.Selama ini pembangunan hanya mengejar pertumbuhan ekonomi, namun tidak diiringi dengan nilai susutnya sumber daya alam (deplesi) dan rusak/tercemarnya lingkungan (degradasi).
Oleh karena itu, pemerintah terus berusaha menerapakan pembangunan ekonomi di Pulau Kalimantan sejalan dengan komitmen untuk melestarikan lingkungan (pembangunan berkelanjutan). Memperhatikan tema pembangunan Pulau Kalimantan dalam MP3EI dan dalam rangka membangun pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan diperlukan penerapan konsep pembangunan yang menghasilkan pertumbuhan dan pembangunan yang menjamin kesejahteraan masyarakat dan mencegah terjadinya penurunan fungsi dan kualitasekologis. Konsep ini biasa dikenal dengan pembangunan ekonomi “hijau” (Green Economy). UNEP mendefinisikan green economy as one that results in improved human well-being and social equity, while significantly reducing environmental risks and ecological scarcities. Dengan kata lain prinsip ekonomi hijau menitikbertakan pada rendah karbon, efisiensi sumber daya alam dan inklusifitas sosial.
Beberapa cara yang dapat dilakakukan dalam pengelolaan HoB agar tidak “berbenturan” dengan program pembangunan ekonomi utama di Pulau Kalimantan pada MP3EI, yaitu (i) Memetakan wilayah-wilayah yang rentan (Vulnerable Regions) di Pulau Kalimantan dari hasil tampalan antara wilayah utama produksi hasil tambang pada MP3EI dengan wilayah HoB; (ii) Memasifkan penggunaan kelapa sawit ramah lingkungan (Indonesia Sustainable Palm Oil/ISPO); dan Sistem Verifikasi dan Legalitas Kayu (SVLK).
Dalam memetakan vulnerable regions khususnya di wilayah HoB, hal penting yang perlu di tampalkan, yakni sebaran wilayah potensi kandungan hasil tambang yang berada di kawasan HoB, seperti batu bara dan bauksit dengan wilayah keseluruhan HoB. Sehingga akan didapatkan daerah-daerah yang rentan (vulnerable regions) dalam penanganannya. Sehingga daerah-daerah tersebut perlu mendapatkan perhatian “khusus” (kebijakan/regulasi, land treatment, pembangunan infrastruktur, dll) agar tidak terjadinya tarik ulur antar kepentingan, khususnya beralih fungsinya kawasan konservasi menjadi wilayah pertambangan (degradasi lingkungan). Sedangkan dalam pemanfaatan ISPO, perusahaan-perusahaan yang bergerak dibidang perkebunan kelapa sawit perlu mendapatkan sertifikasi ISPO yakni berupa penilaianuntuk menentukan kriteria kelas kebun. Kebun yang sudah dinilai akan mendapat kriteria kelas I, II,III dan IV sesuai hasil dari pelaksanaan penilaian. Dalam pelaksanaan penilaian usaha perkebunan bukan hanya pada fisik kebun semata, tetapi juga lingkungan, SDM, manajemen usaha, kegiatan ekonomi masyarakat di sekitar.
Sedangkan dalam pemanfaatan SVLK, kayu disebut legal jika kebenaran asal kayu, izin penebangan, sistem dan prosedur penebangan, administrasi dan dokumentasi angkutan, pengolahan, dan perdagangan atau pemindahtangannya dapat dibuktikan memenuhi semua persyaratan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku (Kemhut, 2013). Sistem Verifikasi dan Legalitas Kayu (SVLK) merupakan sistem pelacakan yang disusun secara multistakeholder untuk memastikan legalitas sumber kayu yang beredar dan diperdagangkan di Indonesia . Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) dikembangkan untuk mendorong implementasi peraturan pemerintah yang berlaku terkait perdagangan dan peredaran hasil hutan yang legal. Sistem verifikasi legalitas kayu diterapkan di HoB untuk memastikan agar semua produk kayu yang beredar dan diperdagangkan di Indonesia/dunia memiliki status legalitas yang meyakinkan.Sertifikasi kayu merupakan salah satu unsur penting untuk mendorong praktik hutan lestari. Sebab, melalui label yang tertera dalam setiap produk akhir akan memudahkan siapa saja memeriksa sumber kayu yang menjadi bahan mentahnya. Sehingga pencegahan pembalakan liar di kawasan HoB akan dapat dicegah sedini mungkin.Sehingga demikian, pembangunan ekonomi di Pulau Kalimantan khususnya serta kelestarian kawasan HoB dapat bersinergis.
Prinsip dasar/ prasyarat keberhasilan implementasi ekonomi hijau dalam pengelolaan pembangunan hijau di kawasan HoB, antara lain (WWF, 2013):
– Transformasi pasar menuju komoditas kehutanan dan perkebunan lestari, serta pertambangan yang bertanggung jawab melalui penerapan perolehan prinsip-prinsip Better Management Practices (BMP).
– Infrastruktur yang tidak menyebabkan irreversible impact terhadap lingkungan.
– “Green enterpreuneurship” (kewirausahaan yang menerapkan prinsip-prinsip kelestarian lingkungan).
– Mengarahkan pengembangan perkebunan, HTI dan infrastrukturnya pada kawasan lahan-lahan terlantar.
– Izin dan perijinan mengacu kepada tata ruang, KLHS dan AMDAL.
– Panduan dan referensi pengeluaran izin yang berpihak kepada “ekonomi hijau”.
– Merealisasikan sistem jaringan jalan antara pusat pendukung jasa produksi, pusat produksi, pengembangan wilayah, dan jaringan sistem komunikasi dan informasi yang mengacu pada tata ruang yang berbasis ekosistem.
– Memastikan pengembangan kawasan produksi baru tidak mengganggu keutuhan ekosistem dan keanekaragaman hayati serta budaya masyarakat setempat.
– Menghindarkan kawasan-kawasan konservasi dan ekosistem esensial dari konversi, dan dampak pembukaan wilayah.
– Mematuhi pengalokasian areal yang telah diatur dalam tataruang wilayah.
– Melakukan perlindungan kawasan-kawasan sumber air.
– Memanfaatkan sumber energi terbarukan.
Penutup
AdanyaKawasan Heart of Borneo bagi Indonesia dapat mendatangkan “keuntungan” disatu sisi, tetapi juga dapat mangakibatkan “malapetaka” di sisi lainnya. Dilihat dari sisi keuntungan, Indonesia dapat berperan besar dalam mengurangi gas rumah kaca (pemanasan global) baik dalam cakupan nasional maupun internasional dan pelestarian alam (konservasi). Hal ini dikarenakan kawasan HoB merupakan salah satu kawasan “paru-paru” dunia yang terbesar setelah hutan amazon di Brazil. Sedangkan HoB dapat mengakibatkan “malapetaka” bagi Indonesia, jika semua pihak yang berkepentingan di wilayah tersebut tidak dapat mensinergiskan antara pembangunan ekonomi dengan kelestarian alam. Serta tidak dioptimalkannya konsep ekonomi “hijau” dalam memperlakukan kawasan HoB.
Berbagai penjelasan umum terkait HoB maupun pengelolaannya yang disampaikan atas, merupakan suatu wujud untuk memahami upaya keberlanjutan lingkungan di Heart of Borneo. “Apabila kita salah dalam perencanaan, berarti kita merencanakan suatu kegagalan, dan sebaliknya, perencanaan yang matang adalah langkah awal keberhasilan”.
Referensi
Kelompok Kerja Nasional HoB Indonesia. 2009. Rencana Strategis dan Aksi Nasional Heart of Borneo. Jakarta: Sekretatiat HoB Indonesia. Penyelamatan Ekosistem Kalimantan dan Penerapan MP3EI. 2013. Jakarta: WWF Indonesia
Publikasi MP3EI. 2013. Jakarta: Kemenko Perekonomian RI
http://www.unep.org/greeneconomy/AboutGEI/WhatisGEI/tabid/29784/Default.aspx; Diakses pada tanggal 4 April 2014.
http://silk.dephut.go.id/index.php/info/vsvlk/3; Diakses pada tanggal 4 April 2014.
http://heartofborneo.or.id/id; Diakses pada tanggal 4 April 2014.
http://regional.kompas.com/read/2012/10/24/10560224/Heart.of.Borneo.Direncanakan.Tahun.2013; Diakses pada tanggal 4 April 2014.
http://kalimantan.menlh.go.id/; Diakses pada tanggal 4 April 2014.
http://green.kompasiana.com/penghijauan/2012/06/08/heart-of-borneo-jantung-kalimantan-terancam-%E2%80%9Cjantungan%E2%80%9D-468327.html; Diakses pada tanggal 4 April 2014.
http://www.mongabay.co.id/2013/12/02/pertambangan-di-jantung-borneo-produksi-batubara-indonesia/. Diakses pada tanggal 4 April 2014.
http://bulletin.penataanruang.net/index.asp?mod=_fullart&idart=39; Diakses pada tanggal 4 April 2014.
http://ristek.go.id/index.php/module/News+News/id/12273; Diakses pada tanggal 4 April 2014.
http://www.wwf.or.id/?24120/kerjasama-wwf-ugm-kelola-kawasan-heart-of-borneo-disepakati; Diakses pada tanggal 4 April 2014